A. Pendahuluan
Central Places Theory merupakan teori yang digunakan dalam analisa pola pemukiman dalam rangka merekonstruksi kehidupan manusia masa lampau. Analisa pola keruangan suatu situs membantu dalam menemukan situs-situs pemukiman lainnya yang ada di sekitar situs tersebut dan membantu mendeskripsikan pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah. Melalui analisa keruangan dan aplikasinya dapat dipahami hubungan politis dan ekonomis antara suatu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta kita juga dapat memahami bagaimana suatu daerah-daerah berkembang dan berhubungan dengan daerah yang lain.
1. Asumsi-asumsi dalam penyusunan teori oleh Christaller :
• Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
• Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
• Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata
2. Asumsi teori Losch:
Homogenitas supply sumberdaya alam
Homogenitas supply sarana-prasarana transportasi
Homogenitas perilaku konsumen
B. Studi Kasus Central Place Theory
Kota Yogyakarta sebagai pusat pengembangan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menunjang peranan penting baik dalam pemerintahan maupun kegiatan sosial, ekonomi dan pusat distribusi jasa yang melayani kegiatan lokal maupun regional, karena peran tersebut Kota Yogyakarta menjadi kawasan komersil kota. Kegiatan komersil yang berada di Kota Yogyakarta banyak didominasi kegiatan perdagangan dan jasa yang tersebar di beberapa bagian kota dan ditunjang pula dengan lingkungan perdagangan yang merupakan sub-sub pusatnya. Dengan melihat ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan dan jasa komersial lain merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk menunjang perekonomian kota Yogyakarta dimana Yogyakarta sendiri sebagai pusat kota. Dalam perkembangan, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang terpadat dibanding 4 kabupaten lainnya. Oleh karena itu, kawasan komersial Daerah Istimewa Yogyakarta terkonsentrasi pada pusat kota berpusat pada garis imejiner (Tugu Mangkubumi) dimana fasilitas-fasilitas lain yang mendukung pusat kota sehingga terjadi tumpang tindih dalam skala pelayanannya.
Kota Yogyakarta sebagai central place perdagangan seperti batik, kerajinan dan makanan khas. Memiliki daerah pelayanan tidak hanya 4 kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, tetapi juga di luar daerah Yogyakarta seperti Kebumen, Magelang, Purworejo, Ampel, Wonogiri yang kemudian didistribusikan ke tingkatan yang lebih rendah (Kecamatan, kelurahan, desa, dst.)
Sehingga susunan hirarkinya sebagai berikut :
Kota à Kabupaten à Kecamatan à Kelurahan à Desa
Melalui adanya susunan hirarki daerah pelayanannya yaitu dari kota sampai ke desa, maka sesuai dengan asumsi dari teori pusat Christaller yaitu konsumen dapat memilih tempat pemasaran terdekat dari tempat tinggalnya untuk meminimalisir jarak ekonomi. Atau dengan kata lain, apabila masyarakat atau konsumen menginginkan barang-barang asli dari Yogyakarta tidak perlu pergi langsung ke Yogyakarta, namun bisa membeli di lokasi-lokasi terdekat yang telah menjadi lokasi penyaluran barang dari Yogyakarta.
C. Kesimpulan
Ada beberapa asumsi dari teori Christaller yang kurang relevan dengan kondisi saat ini. Salah satu diantaranya adalah asumsi yang menyatakan bahwa wilayahnya adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata tidak bisa digunakan bagi setiap wilayah karena pada kenyataannya atau kondisi eksistingnya setiap wilayah memiliki topografi yang berbeda-beda yang tentunya akan berpengaruh pada biaya transportasi, persebaran penduduk, dan juga ciri-ciri ekonomis. Selain itu, faktor lain seperti teknologi kurang diperhatikan.
Central Places Theory merupakan teori yang digunakan dalam analisa pola pemukiman dalam rangka merekonstruksi kehidupan manusia masa lampau. Analisa pola keruangan suatu situs membantu dalam menemukan situs-situs pemukiman lainnya yang ada di sekitar situs tersebut dan membantu mendeskripsikan pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah. Melalui analisa keruangan dan aplikasinya dapat dipahami hubungan politis dan ekonomis antara suatu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta kita juga dapat memahami bagaimana suatu daerah-daerah berkembang dan berhubungan dengan daerah yang lain.
1. Asumsi-asumsi dalam penyusunan teori oleh Christaller :
• Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
• Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
• Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata
2. Asumsi teori Losch:
Homogenitas supply sumberdaya alam
Homogenitas supply sarana-prasarana transportasi
Homogenitas perilaku konsumen
B. Studi Kasus Central Place Theory
Kota Yogyakarta sebagai pusat pengembangan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menunjang peranan penting baik dalam pemerintahan maupun kegiatan sosial, ekonomi dan pusat distribusi jasa yang melayani kegiatan lokal maupun regional, karena peran tersebut Kota Yogyakarta menjadi kawasan komersil kota. Kegiatan komersil yang berada di Kota Yogyakarta banyak didominasi kegiatan perdagangan dan jasa yang tersebar di beberapa bagian kota dan ditunjang pula dengan lingkungan perdagangan yang merupakan sub-sub pusatnya. Dengan melihat ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan dan jasa komersial lain merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk menunjang perekonomian kota Yogyakarta dimana Yogyakarta sendiri sebagai pusat kota. Dalam perkembangan, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang terpadat dibanding 4 kabupaten lainnya. Oleh karena itu, kawasan komersial Daerah Istimewa Yogyakarta terkonsentrasi pada pusat kota berpusat pada garis imejiner (Tugu Mangkubumi) dimana fasilitas-fasilitas lain yang mendukung pusat kota sehingga terjadi tumpang tindih dalam skala pelayanannya.
Kota Yogyakarta sebagai central place perdagangan seperti batik, kerajinan dan makanan khas. Memiliki daerah pelayanan tidak hanya 4 kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, tetapi juga di luar daerah Yogyakarta seperti Kebumen, Magelang, Purworejo, Ampel, Wonogiri yang kemudian didistribusikan ke tingkatan yang lebih rendah (Kecamatan, kelurahan, desa, dst.)
Sehingga susunan hirarkinya sebagai berikut :
Kota à Kabupaten à Kecamatan à Kelurahan à Desa
Melalui adanya susunan hirarki daerah pelayanannya yaitu dari kota sampai ke desa, maka sesuai dengan asumsi dari teori pusat Christaller yaitu konsumen dapat memilih tempat pemasaran terdekat dari tempat tinggalnya untuk meminimalisir jarak ekonomi. Atau dengan kata lain, apabila masyarakat atau konsumen menginginkan barang-barang asli dari Yogyakarta tidak perlu pergi langsung ke Yogyakarta, namun bisa membeli di lokasi-lokasi terdekat yang telah menjadi lokasi penyaluran barang dari Yogyakarta.
C. Kesimpulan
Ada beberapa asumsi dari teori Christaller yang kurang relevan dengan kondisi saat ini. Salah satu diantaranya adalah asumsi yang menyatakan bahwa wilayahnya adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata tidak bisa digunakan bagi setiap wilayah karena pada kenyataannya atau kondisi eksistingnya setiap wilayah memiliki topografi yang berbeda-beda yang tentunya akan berpengaruh pada biaya transportasi, persebaran penduduk, dan juga ciri-ciri ekonomis. Selain itu, faktor lain seperti teknologi kurang diperhatikan.
Posting Komentar